Cerpen Terbaru: Ia Menikah Dengan Musuhku, Tapi Tetap Mencium Udara Yang Sama

Angin musim gugur menusuk tulang, sama seperti tatapan dingin yang kuterima setiap kali melintas di hadapan istana megah itu. Istana suaminya. Istana musuhku. Istana…yang seharusnya menjadi milikku.

Xiao Qing, sahabatku sejak kecil, telah menikahi Li Wei, jenderal kejam yang menghancurkan keluargaku. Bukan hanya menghancurkan, tapi juga merampas segalanya. Tanah, kehormatan, bahkan harapan.

Aku, Mei Lan, yang dulu dijanjikan menjadi permaisuri, kini hanya seorang pengembara. Seorang bayangan yang menghantui mimpi-mimpi Xiao Qing.

Bertahun-tahun berlalu. Kudengar Xiao Qing hidup dalam kemewahan, namun matanya tak pernah memancarkan kebahagiaan. Kudengar ia telah memberikan Li Wei seorang putra, pewaris yang dielu-elukan. Namun, di balik dinding-dinding istana, kudengar ia merindukanku.

Malam itu, hujan mengguyur kota. Aku menyelinap masuk, bersembunyi di balik pilar-pilar marmer yang dingin. Dari kejauhan, kulihat Xiao Qing berdiri di balkon, gaun sutranya berkibar tertiup angin. Ia tampak rapuh, jauh berbeda dari Xiao Qing yang kukenal dulu.

Aku mendekat, langkahku senyap seperti hembusan napas terakhir. Aku berdiri tepat di belakangnya, merasakan hawa dingin menerpa kulitku.

"Xiao Qing," bisikku, suaraku serak dan bergetar.

Ia terkesiap, berbalik dengan mata terbelalak. Air mata mengalir di pipinya, membasahi riasan wajahnya yang mahal.

"Mei Lan…?" ucapnya lirih, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Kami saling tatap. Bertahun-tahun kebencian, pengkhianatan, dan kerinduan tumpah ruah dalam keheningan yang memekakkan telinga.

Ia mengulurkan tangannya, seolah ingin menyentuhku, namun kemudian menariknya kembali. "Maafkan aku, Mei Lan. Maafkan aku atas segalanya."

Air mataku mengalir. Bukan karena ampunan, tapi karena PENYESALAN. Penyesalan karena mencintainya, penyesalan karena mempercayainya, penyesalan karena membiarkannya menikah dengan iblis itu.

"Terlambat, Xiao Qing. Semuanya sudah TERLAMBAT." Ucapku dengan suara bergetar.

Ia menunduk, bahunya bergetar. "Aku tahu. Tapi… bisakah kau memaafkanku…setidaknya dalam hatimu?"

Aku mendekat, mencengkeram lengannya erat. "Kau tahu apa yang paling menyakitkan, Xiao Qing? Bukan kenyataan bahwa kau menikah dengannya. Bukan kenyataan bahwa kau hidup dalam kemewahan sementara aku menderita. Tapi kenyataan bahwa…kau…MENGKHIANATI CINTA KITA!"

Kemudian, aku melepaskannya. Berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Xiao Qing yang menangis tersedu-sedu di tengah hujan.

Beberapa minggu kemudian, kudengar kabar mengejutkan. Putra Li Wei, pewaris yang sangat dibanggakan, tiba-tiba sakit parah. Tak ada tabib yang mampu menyembuhkannya. Orang-orang berbisik tentang kutukan. Tentang KARMA.

Takdir memang kejam, pikirku. Kadang, ia membiarkanmu menikahi musuhmu, tapi kemudian…membutakan matamu dengan cinta palsu, sebelum akhirnya merenggut segalanya yang berharga darimu.

Cinta telah mati, tapi benih balas dendam telah berkecambah dan berbuah pahit di tanah yang sama.

You Might Also Like: 19 Kekurangan Rekomendasi Skincare

OldestNewest

Post a Comment