Kabut ungu menyelubungi Pagoda Bulan Jatuh, setipis kerudung pengantin yang disingkap paksa. Di sanalah, di antara bayang-bayang bambu yang menari ditiup angin dingin, aku melihatnya. Xiao Wei, senyumnya terukir dalam benakku, semanis madu musim semi, namun matanya… matanya menyimpan samudra kesedihan yang tak terpetakan.
Lima belas tahun telah berlalu sejak malam pembantaian itu. Keluarga Wei, musnah ditelan api yang berkobar atas perintah kaisar yang lalim. Aku, satu-satunya yang selamat, bersumpah di bawah rembulan berdarah untuk membalas dendam. Setiap tetes air mataku adalah bara api, setiap detik yang kulalui adalah runtunan rencana.
Aku, Li Chen, telah menjadi duri dalam kekaisaran. Aku adalah bisikan di balik kudeta, racun dalam anggur sang kaisar, dan bayangan di balik takhtanya. Aku telah memanipulasi, menipu, dan membunuh. Semuanya demi satu tujuan: menjatuhkan dinasti yang telah merenggut segalanya dariku.
Namun, Xiao Wei… dia adalah mimpi di tengah mimpi buruk. Pertemuanku dengannya hanyalah sepintas lalu di pasar rempah, seperti kilatan cahaya di tengah kegelapan abadi. Senyumnya, bayangan masa lalu yang indah, membuatku ragu. Apakah balas dendam ini pantas?
Kami bertemu lagi, secara kebetulan yang diatur takdir. Dia, seorang pelukis istana yang rendah hati, dan aku, seorang pedagang kain misterius dengan masa lalu yang kelam. Kami berbagi malam-malam sunyi, dihiasi dengan puisi dan lukisan. Cinta kami tumbuh, terlarang dan indah, seperti bunga teratai di rawa-rawa kematian.
Dia tidak tahu siapa aku sebenarnya. Dia tidak tahu bahwa setiap sapuan kuasnya adalah simfoni kepedihan bagiku. Aku melihat keluargaku di matanya, mendengar tawa mereka dalam suaranya. Dan untuk sesaat, hanya untuk sesaat, aku hampir melupakan dendamku.
Kudeta telah dimulai. Langit Kota Terlarang merah oleh api, teriakan bergema di setiap sudut. Aku, di puncak kemenangan, menanti kedatangan sang kaisar untuk menebus air mata keluargaku.
Saat itulah… KEBENARAN terungkap.
Di tengah kekacauan, aku melihatnya. Xiao Wei, berdiri di samping sang kaisar. Bukan hanya berdiri, tapi memeluknya. Bukan hanya memeluk, tapi menciumnya.
Dia, putri mahkota yang disembunyikan. Dialah satu-satunya alasan mengapa kaisar membantai keluarga Wei. Mereka berencana merebut tahta darinya. Dia berencana menggunakanku untuk membalaskan dendamnya sendiri.
Tangisanku bukan lagi bara api, melainkan hujan es yang menghancurkan jiwa. Balas dendamku telah usai, tetapi kemenanganku terasa pahit dan hampa. Cinta yang kuimpikan, hanyalah tipu daya yang terukir indah.
Aku menatap matanya, mata yang sama yang kuagungkan, sekarang penuh kemenangan licik. Keindahan yang selama ini kukagumi, kini menjadi bilah pisau yang menusuk jantungku.
Apakah semua ini hanyalah mimpi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan?
You Might Also Like: Jual Skincare Lokal Berkualitas Beli
Post a Comment