Cerita Populer: Air Mata Di Ujung Pedang Kekasih

Di antara kabut zamrud dan bunga persik yang bermekaran abadi, tersembunyi sebuah istana. Bukan dari batu bata dan semen, melainkan terukir dari mimpi dan harapan yang patah. Di sanalah aku bertemu dengannya, Bai Lianhua, di bawah rembulan yang selalu setengah.

Wajahnya adalah rembulan itu sendiri, pucat dan bercahaya. Rambutnya bagai air terjun sutra hitam yang menari di atas pundaknya. Pedang peraknya, Shuangyue, memancarkan aura dingin, namun matanya… matanya menyimpan lautan kesedihan yang lebih dalam dari samudra manapun.

Kami bertemu dalam lukisan. Ya, sebuah lukisan kuno di perpustakaan terlarang. Aku, seorang pengembara yang tersesat dalam labirin waktu, dan dia, sang putri yang terkurung dalam kanvas. Setiap malam, aku memasuki dimensi lukisan itu, menari bersamanya di bawah taburan bintang phosphor.

Cintaku padanya adalah untaian mutiara yang terjalin dari melodi sitar yang sunyi, bisikan angin di puncak gunung, dan aroma dupa cendana yang membakar kenangan. Namun, cintanya adalah bayangan. Bayangan yang indah, mempesona, namun tak pernah bisa ku gapai.

"Jangan mencintaiku, Pengembara," bisiknya suatu malam, suaranya setipis benang sutra. "Aku hanyalah echo dari masa lalu, fatamorgana di padang pasir hatimu."

Aku tak percaya. Aku menolak. Aku bersumpah akan membebaskannya dari kurungan lukisan, membawanya ke dunia nyata, di mana matahari menyinari wajahnya dan angin membelai pipinya yang dingin.

Aku mencari cara. Aku menggali kitab-kitab kuno, mendaki gunung-gunung terlarang, menyeberangi lautan air mata. Akhirnya, aku menemukan jawabannya: Satu tetes air mata kekasih yang tulus, tertumpah di atas pedang Shuangyue, akan memecahkan kutukan.

Dengan gemetar, aku menghadapinya. Aku mengakui cintaku, cinta yang membakar jiwaku, cinta yang akan ku berikan seluruhnya padanya. Air mata jatuh dari mataku, menetes di atas pedang peraknya.

Dan saat itulah, kebenaran MENYERANG seperti badai petir.

Bai Lianhua bukan putri yang terkurung. Dia adalah roh dari pedang Shuangyue itu sendiri, terikat selamanya pada kanvas lukisan. Cintaku, pengorbananku… semua itu hanyalah bagian dari mantra yang telah dia rancang selama berabad-abad. Tujuannya? Membebaskan dirinya dari kutukan… dan mengikatku sebagai penggantinya.

Senyum pahit terukir di bibirnya. "Terima kasih, Pengembara. Kau telah memberikanku kebebasanku."

Saat lukisan itu hancur, dia menghilang, lenyap menjadi debu bintang. Aku terperangkap dalam kanvas kosong, terikat selamanya pada mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan.

Kini, aku menunggu. Menunggu kekasih baru yang akan tersesat dalam lukisanku, menunggu tetes air mata yang akan membebaskanku… dan mengutuk orang lain.

Angin masih membawa harum persik, bukan?

You Might Also Like: Rahasia Dibalik Interpretasi Mimpi_13

OlderNewest

Post a Comment